Pages

Kamis, 10 Desember 2009

Seuntai Kalimat Rayuan

Bismillah,
Atas nama keabadian kuukir sebuah nama dalam palung hati
Aku menari dalam kelenaanku, gemborkan sebuah nama yang sunyi
Aku menilik hati, tertemukan sebuah wajah tertunduk pilu mengharu,
Menyuarakan sakit yang sayup-sayup menutupi semua rayuan kehidupan
Ah, suara-suara itu adalah kekosongan yang mendayu
Merayu tuk dapatkan pujaan dan tenggelamkanku dalam bengawan cinta
Yang busuk,
Aku tertawan dalam makna puisiku sendiri, hilang dalam kabut
Inginku sampirkan segala luka dan darah yang membiru, membusuk lagi...
Busuk dalam hemoglobinku, aku tertawan, tapi apa yang aku malah lakukan?
Aku mencintaimu, dalam ketertawananku,
Aku mencintamu, dalam sendi yang menggoyangkanku..
Aku mencintaimu, dalam sumpah dan janjiku,
Aku mencintaimu, atas Tuhan yang menertawakanku..

Inilah kegundahan yang itu kasih,
Resah dan semua hamparan tentang rasa yang gagu
Menculik kesadaranku, selalu melahirkan wajah-wajahmu

Inilah kesungguhan itu kasih, yang kuucap tanpa kelu
Menderu dalam setiap hembusan nafasku, dan guratan yang tercetak pada tiap empirismu
Sang Plato akhirnya berakhir pada kekandasannya akan kenyataan
Dan Aristotetlemupun terantuk batu idealisme, aku mencintaimu
Melewati batas nyata dan ideologi yang mereka ungkapkan
Terbebas dari semua kasidah-kasidah, dari dogma-dogma, tentang apa yang sudah berlalu
Tuhan tidak terlalu bodoh untuk membuat sesuatu,
Yang sama peristiwa dan lakon kehidupan pada takdir yang telah tertanam

Aku masih menari dalam guratan-guratan takdir,
dan catatan-catatan Tuhan tetap membelengguku
Pada waktu yang sempat teteskan zat warna atas benci dan cinta
Ku telungkupkan mukaku pada kosakata dan mosaik-mosaik ini,
terpecah menjadi bentuk yang tak pernah kumengerti maksudnya
Selalu sunyi, cinta hadir memberikan wewangian misik pada kesunyian
Menidurkan berhala dunia ini menuju peraduan yang indah bak surga yang menggiurkan
Kehati-hatianlah perlu kau tahtahkan karena jebakan-jebakan cinta adalah maut,
yang izrail berdiri membawa belati disanggulkan pada urat leher tanpa jemu.
Kau harus memburu Izrail, atau Tuhan mendapatkanmu, sedang hatimu tersangkut.

Yang telah tesebut adalah sepenggal memori tentangmu kasih,
Tak usai, waktu yang merenggut tentang cerita kita
Tak berbelas kasih
Kuulur waktu inginku
Mencerca pada matahari yang menggelincir
Manyulut musuh pada bulan yang mengambang
Mengentikan perputaran poros dan revolusi bumi
Ah ja, dimana waktu bisa kuhenti dengan segala ingin hati?
Kenapa kisah ini begitu cepat pergi, sedang kau masih menungguku disana
Masih kulihat lekuk pipimu yang ayu,
Dan kucecap air matamu akan kepergian kita
Mungkin Tuhan pilihkan yang terbaik ;ucapmu selalu

Kekasih
Seperti serenade yang menaungi gadis-gadis mozart
Ku senandungkan lagu tanpa suara padamu tuk usir sepi
Apa lagi yang bisa kuperbuat?
Syair-syair yang kulantunkan pada keheningan
Bait-bait yang kutitipkan
Nyanyian yang ku lamatkan pada Tuhan
Semua di bawa angin hilang atas terpaan
Lalu untuk apa semua pucuk rayu, menggugah asa
Tentang aku hanya mencintaimu, namun akhir adalah terkapar tak ada daya

Maka tangislah yang kupahatkan
Dengan tinta emas, pada hatimu ini kan tersimpan

Kekasih
Semisal Adipati Karna yang telah sumpah setia pada Astina
Atas nama ksatria tak kan ada panah Arjuna yang menembus jantung
Dan luluh lantakkan semangat sebuah janji, tak pernah jua
Janjiku akan mengharu dalam biru laut terdalam
Menyeru namamu dalam tiap lelakuku bersemayam
Karena syair yang lama kurekam
Tak juga bisa tembus bara dalam sekam,
Kecantikanmu telah merenggut semua hati yang tertanam
Keindahanmu melingkupi setiap matahari hendak terbenam

Kekasih
Sejak kau ulurkan hasratmu pada rinduku
Sebentuk dunia mungil mengganggu alamku
Seumpama singa hadir ditengah kawanan sabana
Pendar-pendar cahaya menaungi setiap jalan kesepianku
Ketenangan dan kemesraan menggandeng tiap sunyi yang meragu
Seumpama gelap tersakiti oleh pagi menjelang
Subuh yang datang membawa cahaya,
Kaulah obor dalam pekat hati yang gulita
Jangan kau pergi karena kaca yang telah terpaut pada panasmu
Akan pecah karena es yang kau duga bisa sembuhkan lukaku

Kekasih
Rintik hujan yang merajut kelam masa
Adalah kesedihan yang merayap menyebar luka
Malam yang lagi-lagi tak bisa kau rasa
Adalah sebuah pertanda puncak bahagia
Bukan denganku

Kekasih
Perjumpaan ini begitu mesra
Indah, saat hari terisi senyum pipit manismu, menggelayut manja
Malam-malam yang kau isi dengan suara sedu dan tangis penyerahan cinta
Perjumpaan ini tak kan terlupa, dalam setiap kata yang terucap kan ada rasa
Sayangku, cintaku, kan bermetamorfosa
Menjadi sebentuk cincin pernikahan kita, melingkupi jemarimu dengan bahagia
Pesona yang kau pancarkan tetapkan jadi sebuah jelaga
Pada dahaga
Tuhan telah terlanjur tahu akan sebuah rahasia
Yang kita janji akan jaga selamanya
Tuhan telah terlanjur tahu akan sebuah dosa
Yang aku tidak akan pernah bertobat karenanya











Mencintai seseorang sama artinya rela menjadi tua di sampingnya

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger