“Televisi, disana ada realitas yang lebih riil dari pada kehidupan sebenarnya”
A. Televisi dan Kehidupan
Ketika Michael Jackson meninggal dunia, dibelahan bumi lain, termasuk indonesia yang tidak pernah sekalipun orang itu menginjakkan kakinya, seakan-akan merasakan kedukaan yang sama dialami oleh keluarga mendiang Michael Jackson. Diberbagai penjuru dunia yang lain bahkan melakukan doa bersama, menyanyikan lagu sang legenda pop bagi fansnya, dan berbagai kegiatan menyedihkan lainnya. Ketika perang berkecamuk di Baghdad, Irak, di dunia kitapun ikut terusik. Perang itu begitu dekat mengiringi langkah kaki kita, telinga terngiang jerit tangis bocah, ratapan perempuan-perempuan banghdad, dan desingan pelor tajam mengoyak waktu. Kita menjerit, kita ikut menangis sambil berdoa berharap perang usai, dimana-dimana seruan boikot zionis terdengar. Televisi ini akan lebih diakui kedahsyatannya ketika satu peritiwa terjadi saat ini. Sepak bola. Saat piala dunia, ataupun piala Eropa digelar, semarak persepakbolaan tanah air seperti tersihir. Jam berapapun acara itu ditayangkan, maka dengan segenap kesadaran yang dimiliki, para gila bola akan menyempatkan untuk menontonnya. Perasaan yang dialami mungkin sama dengan penonton yang berada dalam tribun stadion sesungguhnya di luar negeri. Apakah ada yang aneh? Hanya karena sebuah tabung yang didalamnya ada panel-panel ruwet, kita bisa serentak mengetahui informasi dari belahan bumi lain dalam waktu sekejap. Tentu saja.
Diakui ataupun tidak, terlepas dari adanya kontroversi, televisi merupakan karya terbesar bagi sejarah peradaban manusia –bukan satu-satunya-. Hingga saat ini, televisi telah melekat pada keseharian manusia. Kita dalam menonton televisi akan sama dengan kegiatan kita mandi dipagi hari, makan, hingga tidur. Ini kemudian tidak bisa dipungkiri lagi bahwa televisi bukan dianggap sebagai kebutuhan tersier lagi, tapi telah menjadi kebutuhan primer. Seorang anak akan lebih terlatih melafalkan slogan-slogan tayangan televisi tertentu dari pada berdoa sebelum makan atau sebelum tidur. Seorang ibu rumah tangga dan gadis-gadis akan lebih tersentuh dan bisa menangis dengan hanya melihat tayangan reality show atau sinetron dari pada bencana alam nyata di luar desanya. Bila kita pandang dari sisi negatif, tentu saja ini ironis. Namun suatu teknologi baru tidak melulu menghasilkan kenegatifan, tentu disisi lain dari penggunaan televisi menghasilkan kepositifan yang luar biasa pula. Namun keuntungan dan kerugian saya kira bukan bagian saya untuk menjelaskan.
Sebelum menginjak pada sejarah perkembangan dan analisa politik terkait penggunaan televisi, layak kita ketahui dahulu arti televisi secara bahasa maupun secara kamus saya. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision; yang mempunyai arti masing-masing jauh dan tampak. Jadi televisi berarti tampak dari jarak jauh. Atau secara kamus saya, televisi berarti ‘sebuah benda dengan teknologi tertentu yang mampu memasukkan dunia nyata yang bergerak sehingga dapat dilihat dari jarak jauh dengan cara tertentu pula’.
B. Kronologis Perkembangan Teknologi Televisi Dunia
Sang penemu cikal bakal televisi mungkin akan terkaget-kaget kalau dibangkitkan dari kuburnya saat ini. Tentu ia tidak menyangka dengan keisengannya menciptakan sebuah tabung jelek dimasa lampau, ternyata menjadi menggemparkan. Banyak ahli dibidang teknologi yang berjuang mati-matian untuk menyempurnakan penciptaan televisi. Sebuah keahlian yang harus kita akui dan kita kenang jasa-jasanya.
Secara kronologis, mungkin bisa saya tuliskan seperti dibawah ini. Namun karena sebuah kebodohan yang telah lama bersarang di otak saya, bahasa-bahasa ilmiah yang ada di dalam masa poenciptaan televisi ini sangat mengganggu kepahaman saya sendiri sehingga tak satupun bisa saya menceritakan secara rinci. Cuplikan tahun dan nama orang yang berjasa saya harap cukup menggantikan keterangan yang panjang lebar.
1. 1876 - George Carey menciptakan selenium camera yang digambarkan dapat membuat seseorang melihat gelombang listrik. belakangan, eugen goldstein menyebut tembakan gelombang sinar dalam tabung hampa itu dinamakan sebagai sinar katoda.
2. 1884 - Paul Nipkov, ada yang mengatakan seorang ilmuwan dari jerman namun di banyak sumber dia hanyalah seorang mahasiswa, berhasil mengirim gambar elektronik menggunakan kepingan logam yang disebut teleskop elektrik dengan resolusi 18 garis. Ia mematenkan untuk pertama kalinya elektromekanik sistem pada televisi yang bekerja dengan pemindaian disk, pemintalan sebuah disk dengan sejumlah lubang sulur yang menuju pusat. Pada lubang yang sama di interval dalam rotasi disk akan memungkinkan cahaya untuk melewati setiap lubang dan menuju selenium sensor yang menghasilkan listrik pulses. Disebut dengan teleskop elektrik dengan resolusi 18 garis.
3. 1888 - Freidrich Reinitzeer, ahli botani austria, menemukan cairan kristal (liquid crystals), yang kelak menjadi bahan baku pembuatan LCD. namun LCD baru dikembangkan sebagai layar 60 tahun kemudian.
4. 1897 - tabung sinar katoda (CRT) pertama diciptakan oleh ilmuwan jerman, Karl Ferdinand Braun. Ia membuat CRT dengan layar berpendar bila terkena sinar. inilah yang menjadi cikal bakal televisi layar tabung.
5. 1900 - Istilah televisi pertama kali malah ditemukan pada tahun ini. Dikemukakan Constatin Perskyl dari rusia pada acara international congress of electricity yang pertama dalam pameran teknologi dunia di paris. Dialah yang mempopulerkan nama tele (jauh) dan vision (tampak) yang kemudian disepakati di dunia television.
6. 1907 - Campbell Swinton dan Boris Rosing dalam percobaan terpisah menggunakan sinar katoda untuk mengirim gambar.
7. 1920 – Charles F. Jenskin (AS), John Logie Baird (Skotlandia), dan Ernst FW Alexander (AS) membuat penelitian yang mengantar mereka pada pada tahun 1925...
8. 1925 - Charles F. Jenskin berhasil membuat gambar bayangan atau sillhoute, John Logie Baird menunjukkan transmisi dari gambar bayangan hitam bergerak di London, menemukan sistem video recording untuk pertama kalinya dan juga berhasil menemukan dasar-dasar bagi televisi berwarna. Dan Ernst FW Alexander pada 11 september 1928 menayangkan serial dramanya di Amerika Serikat.
9. 1927 - philo t farnsworth ilmuwan asal utah, amerika serikat mengembangkan televisi modern pertama saat berusia 21 tahun. gagasannya tentang image dissector tube menjadi dasar kerja televisi.
10. 1923 - Vladimir Kozma Zworykin, mendaftarkan paten atas namanya untuk penemuannya, kinescope, televisi tabung pertama di dunia. Setahun kemudian, dia mendapat kewarganegaraan Amerika Serikat dan menyelesaikan studi Doktornya di Universitas Pittsburgh. Vladimir lahir di rusia, 30 juli 1889. dia menyempurnakan tabung katoda yang dinamakan kinescope. temuannya mengembangkan teknologi yang dimiliki CRT. dia bekerja di perusahaan elektronik RCA dan selama 1930 hingga 1940-an, perusahaan itu memanjakannya dengan menguras dana US $ 150 juta untuk produksi teknologi televisi. Keterbukaan Zworykin pada kritik, membuatnya menemukan penemuan baru lagi. Sebuah kamera tabung. Ini melengkapi teknologi televisi tabung penemuannya. Penemuan itu dinamakannya iconoscope, berasal dari bahasa Yunani, icon yang berarti citra dan scope yang berarti mengamati. Ia meninggal karena usia tua pada 29 juli 1982.
11. 1939 - Tepatnya tanggal 11 mei, untuk pertama kalinya, sebuah pemancar televisi dioperasikan di kota berlin, jerman. dengan demikian, dunia mulai berkenalan dengan alat komunikasi secara visual. Stasiun televisi itu kemudian diberi nama nipko, sebagai penghargaan terhadap powel nipkov, ilmuwan terkenal jerman dan salah seorang penemu peralatan televisi.
12. 1940 - Peter Goldmark menciptakan televisi warna dengan resolusi mencapai 343 garis.
13. 1956 - Robert Adler (AS) bersama rekannya Eugene Polley, menemukan remote control televisi. walaupun bukan televisinya, tetapi penemuannya menjadi sangat penting bagi teknologi televisi. Dia meninggal dalam usia 93 tahun. Penerima penghargaan emmy tahun 1997 karena penemuannya itu mendapatkan lebih dari 180 paten amerika selama karir 58 tahunnya. Menurut istrinya, pengendali jarak jauh televisi itu bukanlah penemuan favoritnya dan dia jarang menonton televisi. Tujuan sebenarnya dari penemuan remote ini adalah untuk menghindari iklan. Apakah ini lucu?
14. 1958 - Sebuah karya tulis ilmiah pertama tentang LCD sebagai tampilan layar televisi dikemukakan oleh Dr. Glenn Brown.
15. 1964 - prototipe sel tunggal display televisi plasma pertamakali diciptakan Donald Bitzer dan Gene Slottow. Langkah ini dilanjutkan larry weber.
16. 1967 - James Fergason menemukan teknik twisted nematic, layar LCD yang lebih praktis.
17. 1968 - layar LCD pertama kali diperkenalkan lembaga RCA yang dipimpin George Heilmeier.
18. 1975 - Larry Weber dari universitas illionis mulai merancang layar plasma berwarna.
19. 1979 - para ilmuwan dari perusahaan kodak berhasil menciptakan tampilan jenis baru organic light emitting diode (OLED). Sejak itu, mereka terus mengembangkan jenis televisi OLED. Sementara itu, Walter Spear dan Peter Le Comber membuat display warna LCD dari bahan thin film transfer yang ringan.
20. 1981 - Stasiun televisi jepang, NHK, mendemonstrasikan teknologi HDTV dengan resolusi mencapai 1.125 garis.
21. 1987 - Kodak mematenkan temuan OLED sebagai peralatan display pertama kali.
22. 1995 - Setelah puluhan tahun melakukan penelitian, akhirnya proyek layar plasma Larry Weber selesai. Ia berhasil menciptakan layar plasma yang lebih stabil dan cemerlang. Larry Weber kemudian megadakan riset dengan investasi senilai 26 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan Matsushita.
23. 2000-an, masing-masing jenis teknologi layar semakin disempurnakan. baik LCD, plasma maupun CRT terus mengeluarkan produk terakhir yang lebih sempurna dari sebelumnya.
24. 2008 dan seterusnya, menyusul perkembangan televisi digital di negara-negara amerika dan eropa, indonesia juga akan menerapkan sistem penyiaran televisi digital (digital television/dtv) adalah jenis tv yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyebarluaskan video, audio, dan signal data ke pesawat televisi.
Bapak pertelevisian dunia sementara ini ada dua pendapat. Yaitu Paul Nipkow dari Berlin Jerman (nomor 2) yang mematenkan ciptaannya itu pada tahun 1884. Nopkow disk atau jantra Nipkow melahirkan televisi mekanis, yaitu prinsip gambar kecil yang dibentuk oleh elemen-elemen secara teratur (scanning device).
Dari sumber yang berbeda, Bapak pertelevisian dunia adalah Vladimir Kozma Zworykin (nomor 10) yang mematenkan penemuannya, kinescope, televisi tabung pertama di dunia pada tahun 1923.
Menurut hemat saya, maka saya lebih condong ke Paul Nipkow sebagai Bapak Pertelevisian dunia lebih disebabkan karena dialah yang meletakkan dasar keilmuan tentang teknologi televisi. Paul Nipkow telah mematenkan karyanya dibidang teknologi televisi di tahun 1884 sedangkan Vladimir Kozma Zworykin mematenkan karyanya ditahun 1923. Jadi selang waktunya adalah 39 tahun bagi Vladimir Kozma Zworykin untuk mengembangkan apa yang telah dihasilkan dari Nipkow. Bisa saja pada selang waktu yang panjang tersebut Paul menciptakan teknologi yang lebih besar dari pada 39 tahun yang lalu tersebut. Apakah anda setuju dengan pendapat saya?
C. Perkembangan Televisi Sebagai Media Massa di Indonesia
Tidak ada catatan kapan Indonesia berhubungan dengan teknologi televisi. Namun secara pasti dapat dituliskan bahwa siaran televisi pertama di negara kita ini tepat pada tanggal 17 Agustus 1962, ketika memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) yang ke - 27. Siaran pertama kali tersebut berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) untuk meliput upacara peringatan Proklamasi di Istana Negara Jakarta. Siaran televisi pada saat itu dilakukan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang kemudian baru melaksanakan siaran secara kontinyu pada 24 Agustus 1962. Liputan perdananya adalah upacara pembukaan Asian Games ke IV di Stadion Utama Senayan Jakarta.
Pada saat itu media massa masih belum bisa bergerak secara bebas. Demokrasi tentu belum difikirkan seperti saat ini. Semua yang bergerak dan berhubungan dengan masyarakat berada dibawah kuasa rezim otoriter yang mengekang kebebasan dan kemerdekaan berpendapat. Pada masa orde baru, media hidup dibawah kondisi politik yang monopolistik. Eksistensi media sebagai institusi sosial direduksi menjadi instrumen politik. Akibatnya fungsi media sebagai kontrol sosial tidak dijalankan dengan baik.
Deddy Iskandar Muda merumuskan enam fungsi pers dan media dalam bukunya yang berjudul Jurnalistik Televisi untuk megukur sebuah negara dikatakan demokratis. Disini nanti bisa kita tahu seberapa demokratis indonesia kita saat ini, apalagi masa orde baru. Sebagai berikut :
1. Menyampaikan fakta : Media massa menyediakan fasilitas arus informasi dari dan oleh masyarakat kepada pemerintah. Fakta disini haruslah dilakukan analisa independen dari media sendiri, jangan sampai didanai oleh pihak luar yang nantinya akan mempengaruhi kualitas berita (fakta) yang disajikan. Satu sisi mencerminkan kebutuhan dan keinginan pengirim berita (iklan, propaganda, elite, dll) dan sisi lain kebutuhan dan harapan (berita, laporan, dll)
2. Menyajikan opini dan analisis : Pada laporan berita, reporter memasukkan opini orang-orang luar yang kemungkinan masih banyak sekali keberpihakan diri ataupun kelompok. Karena banyak sekali opini-opini yang masuk melalui reporter mengatasnamakan sosial, tapis kemudian setelah dianalisa malah demi kepentingan pribadi. Maka disinilah peran staf redaktur untuk menyeleksi setiap opini yang masuk. Biasanya untuk media cetak, akan disediakan halaman khusus opini, ataupun masuk pada kolom dan editorial.
3. Melakukan investigasi : Fungsi yang ketiga ini mungkin yang paling sulit untuk dilakukan mengingat investigasi berhubungan dengan pencarian data yang valid dan terperinci. Disamping itu diperlukan juga kecanggihan staf yang berpengalaman. Namun kesulitan tentunya akan mempengaruhi hasil dari reportase. Karena jika berhasil dalam melewati kesulitasn ini, berita akan memiliki kualitas.
4. Hiburan : sajian pers dan media massa kadang-kadang berfungsi sekaligus, yaitu menghibur, mendidik, dan memberikan informasi. Namun kadang juga secara terpisah. Jadi sebuah media massa tidak melulu diisi dengan berita dan sejuta hal yang serius. Audience maupun pembaca membutuhkan hal lain yang bisa mengistirahatkan pikirannya dengan menonton hal-hal yang lucu. Yang harus diperhatikan oleh
5. Kontrol : Fungsi inilah yang bisa digunakan untuk melihat sebuah sistem yang ada dalam negara. Karena media massa bisa melakukan kontrol terhadap pemerintah, juga sebaliknya akan sangat tergantung pada sistem pers.
6. Analisis kebijakan : Fungsi ini merupakan kecenderungan yang kini sedang tumbuh di media Amerika Serikat. Dimana isinya adalah menyoroti kebijakan yang diterapkan pemerintah kemudian dianalisis oleh media dengan memberikan solusi alternatif lain.
Setelah kita baca beberapa fungsi pers dan media massa diatas, maka marilah kita tilik indonesia ini dari sudut politik dalam berbagai masa.
Pada era soekarno, peta perpolitikan hanya bergelut pada kolonialisasi dan cara memperjuangkan kemerdekaan. Disini saya hanya menganalisa televisi, jadi media cetak dan radio yang pada masa itu sedang gencar melakukan berbagai gerakan bawah tanah tidak dapat saya analisis.
Pada masa soeharto peta perpolitikan sangat panas dan banyak sekali jebakan-jebakan politik yang sesungguhnya. Tidak hanya memakan harta rakyat (korupsi) namun juga mengorbankan nyawa demi menegakkan kesatuan indonesia. Seperti yang sudah saya tulis diatas, televisi baru dikenal orang indonesia pada tahun 1962, pada masa orde baru. Pada awal bergulirnya orde lama ke orde baru, masyarakat bersuka cita karena orde baru menjanjikan perubahan disegala bidang. Memang jika kita lihat melalui kacamata sejarah, kita akan disuguhi berbagai polemik pemerintahan soekarno. Kita tidak hendak membicarakan keburukan seseorang, sebagus-bagusnya seorang presiden memerintah, jika keadaan yang sangat labil menguasai hampir seluruh komponen kehidupan maka keadaannya akan sama. Hal seperti inilah yang dijadikan senjata bagi orde baru, sebagai janji merubah keadaan. Maka mulailah pemerintahan soeharto, sebagai seorang jenderal tangguh, untuk membangkitkan perekonomian indonesia. Semua bidang kehidupan harus dimulai dari nol. Ekonomi, politiik, sosial, budaya, dan psikologis manusia indonesia sendiri. Program-program dicanangkan untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat.
Namun dikemudian hari pemerintahan soeharto menjadi sangat tercemar. Semua kegiatan manusia yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak diawasi. Puncaknya, terjadi pembredelan berbagai media massa, khususnya media cetak karena mempublikasikan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan penguasa. Pers menjadi pincang, media massa tidak diperbolehkan melakukan fungsinya terutama dalam fungsi kontrol sosial, menyampaikan fakta, dan analisis kebijakan. Jika pers berani melanggar yang ditetapkan pemerintah, maka ancaman pembredelan akan dilaksanakan.
Pada waktu itu yang menangani pers dan media massa adalah Departemen Penerangan yang di kepalai oleh Harmoko. Padahal menurut undang-undang saat itu, dikatakan bahwa sistem pers adalah pers pancasila yang berarti pers yang bebas dan bertanggung jawab. Namun kenyataannya pers dikekang sedemikian rupa hingga fungsinya kabur dan tidak bisa dijalankan.
Pers kemudian menjadi media penguasa untuk memperkuat kekuasaan pemerintah. Memang pada saat itu (sudah masuk tahun 1962) stasiun televisi yang ada hanya TVRI. Sehingga dengan mudah dilakukan sentralisasi siaran televisi. Memang televisi tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan pemerintah. Menurut Garin Nugroho yang dikutif oleh Fredy H Istanto dalam karya ilmiahnya, Televisi Indonesia adalah sejarah propaganda sekaligus penerangan selama lebih kurang 30 tahun. TVRI adalah jabang bayi politik mercusuar Asian Games (tahun 1967). Kemudian di masa Orde Baru, TVRI adalah sejarah penerangan dan ketika swastanisasi lahir pada tahun 1990-an, televisi adalah medium hiburan dan informasi. Namun tetap dalam perspektif mendukung dan tidak mengganggu kekuasaan Orde Baru. Dengan kata lain, sejarah tigapuluh tahun televisi Indonesia adalah sejarah penggunaan televisi untuk penegakan kekuasaan.
Saat itu dibentuk juga Dewan pers untuk mengurusi masalah pers dan media massa di indonesia. Sesuai UU Pers Nomor 40 tahun 1999, dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Ada tujuh fungsi dewan pers yang diamanatkan UU, diantaranya :
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.
4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah.
6. Memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan.
7. Mendata perusahaan pers.
Jika kita lihat, maka tugas dewan pers sesungguhnya adalah menaungi pers dan media masa indonesia dari segala sabotase yang bisa mengekang kebebasan pers. Sedangkan pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidak dijalankan. Bahkan ini bukan salah dari dewan pers, Dewan pers hanyalah formalitras semata, menutupi kebusukan pemerintah karena telah memasung kemerdekaan pers dalam melakukan konbtrol ssosial. Dewan Pers menjadi anak buah dari pemerintah Orde Baru untuk membredel semua media yang tidak sesuai dengan keinginan pemerintah.
Pada masa ini, maka konsep kebebasan pers dapat dikelompokkan dalam Authoritarian yang memberikan asumsi bahwa pemerintah adalah mutlak. Yang berarti kebijakan-kebijakan pemerintah sangat sulit dipertanyakan, sehingga pers harus tunduk pada kuasa pemerintah.
Saya kira perkembangan pers dalam perpolitikan soeharto belum cukup sampai disini. Karena setelah melewati masa swastanisasi stasiun televisi sekitar tahun 1990-an, saat RCTI dan SCTV hadir, kuasa politik pemerintahan tetap berjalan. Karena pemilik dari stasiun televisi swasta nasional yang berdiri adalah kroni-kroni Soeharto.
D. Televisi sebagai Media Pencitraan Elite dan Partai Politik
Politik pencitraan sangat ampuh untuk menggaet suara dalam pemilihan umum. Entah pemilihan Gubernur ataupun Presiden. Perputaran uang bertriliunan rupiah akan bergulir mengalahkan perputaran rupiah dalam rangka mengembangkan perekonomian indonesia sendiri. Elite-elite politik yang busuk telah dipahami masyarakan terpelajar di indonesia. Namun secara refleks itu tidak mengganggu sama sekali. Kenyataan yang telah dipahami akan di bantah oleh iklan-iklan pencitraan yang disiarkan di media cetak, radio, dan terutama televisi.
Iklan kampanye politik merupakan media komunikasi politik baru yang muncul akibat dinamika demokratisasi. Kebutuhan akan bentuk komunikasi politik yang lebih bersifat massal ini telah dimulai dan dianggap penting oleh partai-partai politik lama maupun baru sebagai sarana memobilisasi dukungan pemilih ketika bertarung memperebutkan suara pada saat Pemilu. Tentu saja baru kemarin kita menyelenggarakan pesta demokrasi dengan memilih presiden dan wakil presiden yang akhirnya di menangkan oleh duet Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Bisa kita lihat pertarungan yang dahsyat diberbagai media menjadi sebuah sirkus politik yang menyenangkan untuk ditonton. Untuk dilihat betapa bodohnya sekaligus betapa pintarnya mereka –para capres- dalam mengiklankan dirinya.
Sebaga masyarakat saya ikut bingung memandang fenomena ini. Bagaimana mungkin saya ikut terpengaruh dengan iklan yang jelas-jelas itu bohong. Saya tahu Megawati yang blusukan di pasar tradisional hanyalah sebuah rayuan gombal wanita yang menginginkan sesuatu. Juga Susilo yang dengan gaya kewibaannya meneriakkan kata ‘lanjutkan!’ hanyalah sebuah upaya agar terlihat gagah perkasa, tegas, dan memiliki kredibilitas presiden. Apalagi partai baru seperti Gerindra yang tiba-tiba menguasai pikiran masyarakat, sehingga mencitrakan Prabowo yang merakyat, berjuang untuk buruh, petani dan nelayan. Padahal saya tahu, dia tidak pernah selama menjadi jenderal nyambangi nelayan di pantai utara atupun selatan.
Partai-partai besar seperti Partai Demokrat, PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), PAN (Partai Amanat Nasional), Partai Golkar, PKS (Partai Keadilan Sejahtera), dan Gerindra telah banyak membelanjakan anggaran belanja kampanye dengan memasang iklan-iklan kampanye partai politik baik melalui media cetak maupun media televisi nasional. Memang dahsyat permainan iklan politik saat memasuki Pemilu.
Yang disayangkan dari hal ini adalah bagaimana partai-partai besar tersebut berusaha mati-matian untuk membangun citra sedangkan ketika telah menjadi Presiden mereka lupa dengan janji yang telah mereka layangkan dalam iklan dan kampanye. Dunia televisi merupakan dunia citraan, dan realitas yang ditampilkan merupakan realitas semu hasil proses suntingan (editing) dari realitas kehidupan sesungguhnya. Realitas tiruan ini mempunyai hukum, logika, dan dunianya sendiri, yang pada titik ekstrimnya di terima bahkan diyakini sebagai realitas sesungguhnya. Disinilah sehingga televisi meskipun sekilas saja menampilkan sosok, maka akan mempengaruhi realitas dan rasionalitas berfikir orang kebanyakan.
Bahkan media massa sering ditempatkan sebagai medan perang sekaligus panglima oleh partai-partai politik. Hal itu wajar karena medialah yang memiliki kekuatan penuh untuk memutuskan informasi mana yang seharusnya diketahui atau tidak diketahui publik. Kondisi ini menempatkan media sebagai pembentuk citra baru bagi elite maupun partai dan menjadikan pula kualitas sebuah media dipertanyakan dalam fungsinya memberitakan fakta kepada publik.
Konsekuensinya adalah fakta bisa berubah menjadi realitas semu yang bisa diciptakan, sehingga berita yang tercipta kini berada di antara wilayah fiksi dan non fiksi. Fakta juga kini telah berubah menjadi barang yang mudah dikemas. Maka wajar jika hampir seluruh media memberitakan hal yang sama dan dari sumber berita yang sama. Seperti halnya pemberitaan masalah pilkada langsung, hampir setiap media cetak maupun elektronik memberikan porsi ruang dan waktu untuk mengulas pilkada langsung. Dalam konteks komunikasi politik, peran media dalam mengulas pilkada langsung tak sebatas hanya pada masa kampanye saja. Boleh dikatakan konstruksi citra politik justru dibangun terus-menerus mulai pendaftaran calon kepala daerah ke dalam berbagai ruang publik yang disediakan media massa. Citra dan stereotip secara sadar atau tidak merupakan dua hal yang terus diusung media. Efek dari komunikasi politik disengaja atau tidak disengaja telah melahirkan keberpihakan media.
Ada yang salah dengan media massa kita saat ini. Pembentukan citra dari elite dan partai, memang mendatangkan keuntungan yang berlipat-lipat, apalagi saat menjelang pemilu. Namun media seharusnya ingat dengan fungsi yang telah lama disandangkan pada dirinya. Menurut Mochtar W Oetomo, ketua Surabaya Survei Center dan Dosen Komunikasi Politik Universitas Trunojoyo Madura, ada lima fungsi pokok media, yaitu :
a. To inform the fact
b. To educate
c. To connect
d. To entertaint
e. To control social
Pada saat menjelang pemilu memang media sangat kebanjiran order iklan politik. Sehingga seorang dosen Universitas Trunojoyo, Nikmah Suryandari, S.Sos., M.Si mencuplik dari buku etika komunikasi Dr. Haryatmoko ; mengungkapkan dalam kuliah Etika Komunikasi bahwa media kini dihadapkan dengan dua dilema, yaitu idealisme media massa yang menuntut media sebagai sarana pendidikan agar masyarakat kritis dan idealisme pragmatis yang berkutat pada spektakuler, populer, dan sensasional sehingga membawa keuntungan finansial.
Demikian perkembangan media massa televisi indonesia dari segi politik. Jangan percaya apa ditayangkan oleh televisi, disana ada realitas yang lebih riil dari pada kehidupan sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Haryatmoko, Dr. 2007. Etika Komunikasi, Manipulasi Media, kekerasan, dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius
2. Istanto, H Freddy. Peran Televisi dalam Masyarakat Citraan Dewasa Ini, Sejarah, Perkembangan dan Pengaruhnya. Karya Ilmiah. Universitas Kristen Petra.
3. ........................ 1994. Jurnalistik Televisi Modern. Bogor : PT Ghalia Indonesia
4. .................................... 1998. Sebuah Dunia Yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Modernisme, Bandung : Mizan.
5. http://id.wikipedia.org/wiki/stasiun_televisi
Oleh :
2 komentar:
Bagus banget tuk anak-SMK nambah wawasan....boleh ya aku berbagai buat mereka....ilmunya
siap
Posting Komentar